Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Terbaru

Pesan Natal bersama KWI dan PGI Tahun 2020 : “Dan mereka akan menamakan Dia Imanuel”

100
×

Pesan Natal bersama KWI dan PGI Tahun 2020 : “Dan mereka akan menamakan Dia Imanuel”

Sebarkan artikel ini
banner 325x300

JAKARTA,RELASIPUBLIK.COM-Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) telah mengeluarkan Pesan Natal Bersama Tahun 2020, dengan tema “…..dan mereka akan menamakan Dia Imanuel (Matius 1:23).

Dalam Pesan Natal Bersama ini, KWI-PGI mengingatkan, pada tahun ini kita merayakan Natal dalam suasana prihatin karena wabah Covid-19 sedang melanda seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Virus ini telah merusak berbagai sendi kehidupan manusia. Banyak keluarga berduka karena kehilangan sanak saudara. Banyak pula yang kehilangan pekerjaan. Anak-anak yang harus belajar di rumah kehilangan kesempatan untuk bergaul dengan teman-teman sebaya.

Umatpun gelisah karena tidak dapat beribadah sebagaimana mestinya. Dilaporkan juga bahwa angka kekerasan dalam keluarga bahkan perceraian meningkat.

Adapun, Kondisi ini diperparah dengan maraknya politik identitas yang meningkatkan ujaran kebencian, intoleransi beragama dan etnis, radikalisme agama, serta perpecahan di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat kita.

Dua Lembaga Agama ini mengajak semua pihak bahwa situasi krisis ini menyadarkan kita bahwa sebagai manusia kita sesungguhnya rapuh, baik secara fisik maupun psikis.

“Kita dengan mudah bisa terjebak dalam keputusasaan akibat beratnya beban kehidupan yang harus kita kelola. Kita rentan terhadap keserakahan yang kerap menjebak kita untuk melakukan korupsi, serta ketidakadilan dalam relasi dengan orang lain maupun dengan lingkungan. Tubuh kita dengan mudah bisa sakit akibat terinfeksi virus, bahkan kita bisa meninggal seketika hanya karena sebuah kelalaian kecil.”

Keganasan virus ini juga menegaskan bahwa kita semua sama sebagai manusia, sekalipun profesi kita berbeda, suku kita berbeda, agama kita berbeda, pendidikan dan jabatan kita berbeda. Covid-19 mengingatkan bahwa kita semua bisa diserangnya, dan karenanya kita saling membutuhkan satu dengan lainnya.”

Dalam Pesan Natal bersama Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan gereja-Gereja Indonesia (PGI) dalam pesan reflektifnya menyampaikan empat poin penting untuk direnugkan dan dimaknai bersama akan situasi dan kondisi saat, yakni pandemi COVID-19 yang sangat ganas terhadap siapapun.

Pesan Natal bersama ini ditanda tangani oleh Ketua Presidium KWI Kardinal Ignatius Suharyo,Pr dan Pdt. Gomar Gultom Ketua Umum PGI.

Berikut adalah isi pesan Natal bersama KWI dan PGI 2020

Saudara-saudari terkasih,
Kami, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dengan penuh syukur menyampaikan salam sejahtera kepada Ibu dan Bapak, Saudari dan Saudara sekalian beserta seluruh keluarga.

Pada tahun ini kita merayakan Natal dalam suasana prihatin karena wabah Covid-19 sedang melanda seluruh dunia, termasuk Indonesia. Virus ini telah merusak berbagai sendi kehidupan manusia. Banyak keluarga berduka karena kehilangan sanak saudara. Banyak pula yang kehilangan pekerjaan.

Anak-anak yang harus belajar di rumah kehilangan kesempatan untuk bergaul dengan teman-teman sebaya. Umat gelisah karena tidak dapat beribadah sebagaimana mestinya.

Dilaporkan juga bahwa angka kekerasan dalam keluarga, bahkan perceraian meningkat. Kondisi ini diperparah dengan maraknya politik identitas yang meningkatkan ujaran kebencian, intoleransi beragama dan etnis, radikalisme agama, serta perpecahan di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat kita.

Seluruh situasi krisis ini mengingatkan kita bahwa sebagai manusia kita sesungguhnya rapuh, baik secara fisik maupun psikis. Kita dengan mudah bisa terjebak dalam keputusasaan akibat beratnya beban kehidupan yang harus kita kelola. Kita rentan terhadap keserakahan yang kerap menjebak kita untuk melakukan korupsi, serta ketidakadilan dalam relasi dengan orang lain maupun dengan lingkungan. Tubuh kita dengan mudah bisa sakit akibat terinfeksi virus, bahkan kita bisa meninggal seketika hanya karena sebuah kelalaian kecil. Keganasan virus ini juga menegaskan bahwa kita semua sama sebagai manusia, sekalipun profesi kita berbeda, suku kita berbeda, agama kita berbeda, pendidikan dan jabatan kita berbeda. Covid-19 mengingatkan bahwa kita semua bisa diserangnya dan karenanya kita saling membutuhkan dengan lainnya.

Satu hal yang membuat kita tetap berdiri teguh di tangah badai ini adalah karena kita yakin bahwa hanya Allah saja sumber pertolongan kita. Sebagai orang Kristen kita bisa menderita sama seperti yang dialami orang lainnya, namun kita bisa menjalaninya dengan damai di dalam keyakinan bahwa Allah sorgawi berjalan bersama kita untuk menghadapinya. Allah tidak memberikan kita dikuasai oleh roh ketakutan, tetapi oleh kekuatan cinta yang memampukan kita mengontrol hidup kita, dan menghadapi situasi yang sulit ini dengan keyakinan dan kedamaian sepenuhnya.

Saudara-saudari yang terkasih,
Merayakan Natal dalam situasi seperti ini mengajak kita untuk melihat dan merasakan kehadiran Yesus sebagai Sang Terang dalam kegelapan. Dalam diri Yesus, Sang Imanuel, Allah nyata hadir di antara kita sebagai penegasan bahwa kita yang rapuh sungguh bernilai bagi-Nya. Nama Imanuel dan ungkapan “Allah beserta kita” menandakan bahwa Allah hadir di antara kita dan bekerjsa untuk pemulihan diri kita. Penyertaan Allah memampukan kita untuk hidup melalui berbagai kecemasan dan kekhawatiran, konflik dan kekacauan, karena kita percaya bahwa transformasi di masa-masa sulit akan terjadi di bawah penyertaan Allah.

Salah satu pesan penting yang perlu kita renungkan dan sadari bersama adalah bahwa penyertaan Allah dikisahkan sejak Perjanjian Lama. Penyertaan seperti itu tampak jelas dialami oleh Musa. Ketika diutus untuk memimpin umat Allah keluar dari tanah perbudakan menuju Tanah Terjanji, Musa takut menghadap Firaun untuk melaksanakan perutusan itu karena sadar akan kelemahannya.

Tetapi Tuhan menguatkan hatinya; “Bukankah Aku akan menyertai engkau?” (Kel 3:10-14). Sama halnya dengan Nabi Yeremia. Dia enggan menerima perutusan Tuhan karena ia masih muda dan tidak pandai berbicara.
Tuhan meneguhkan hatinya; “… kepada siapa pun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi, dan apapun yang Kuperintahkan kepadamu, haruslah kau sampaikan. Janganlah takut kepada mereka, sebab Aku menyertai engkau …” (Yer 1:7-8).

Penyertaan Allah juga memampukan Jusuf melampaui kecemasan dan kekhawatirannya, untuk menerima lahirnya Sang Imanuel dari Rahim Maria tunangannya yang belum ia nikahi (Mat 1:18-25).

Saudara-saudari yang terkasih,

Natal adalah berita sukacita dan perwartaan cinta karena Juru Selamat, Sang Raja Damai, Allah beserta kita, lahir di dunia.

Kekuatan cinta dan penyertaan Allah memampukan kita untuk menumbuhkan rasa setia kawan di tengah masyarakat, serta membangun kerelaan untuk melayani mereka yang terpinggirkan dan menderita. Kehadiran Allah di antara kita sekaligus mengingatkan bahwa kita semua diciptakan sama dalam gambaran Allah.

Inilah dasar yang fundamental bagi martabat kita sebagai manusia, sekaligus alasan mendasar untuk melindungi dan merawat kehidupan setiap orang. Kehidupan itu tak ternilai harganya, karenanya kita harus berjuang secara total untuk merawat dan mempertahankannya.

Pertanyaan yang mesti kita renungkan untuk menjadikan perayaan Natal aktual pada masa sekarang ini adalah: bagaimana Gereja menjalankan perutusannya dalam masyarakat, bangsa, dan negara kita yang sedang menghadapi berbagai macam tantangan ini? Tentu dengan mengikuti Yesus Kristus, Sang Imanuel, “yang berjalan berkeliling sambil berbuat baik …” (Kis 10:38). Yesus yang sama “telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat milik-Nya sendiri yang rajin berbuat baik” (Tit 2:14). Dengan berbagai macam perbuatan baik yang sesuai dengan perutusan dan pelayanan serta situasi dan kondisi kita masing-masing, kita mengalami Sang Imanuel sekaligus menghadirkan pengalaman akan Allah yang beserta kita.

Pengalaman akan kehadiran Allah menggerakkan kita untuk mengikis habis ujaran kebencian, berita bohong, intoleransi, dan tindakan kekerasan apapun dengan tetap berbuat baik. Pengalaman akan kehadiran Allah juga meneguhkan kita untuk bersaksi tentang belas kasihan dan kemurahan Allah di tengah pandemi Covid-19, dengan cara bermurah hati dan saling bertolong-tolongan menanggung beban sesama kita.

Kita melakukan semua itu sambil membangun kerjasama dengan pemerintah dan semua pihak yang bekerja keras untuk menanggulangi dampak pandemi Covid-19 guna menghadirkan kebaikan bagi negeri ini. Kita yakin bahwa dalam segala tantangan dan kesulitan hidup, Allah tetap beserta kita. Ia membawa terang di tengah kegelapan; memberi harapan di tengah keputusasaan. Tuhan memberkati. **

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *