Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Berita Utama

Bulan Suci Ramadhan, Mengajak Kita dalam Bertoleransi

25
×

Bulan Suci Ramadhan, Mengajak Kita dalam Bertoleransi

Sebarkan artikel ini
banner 325x300

JAKARTA,RELASIPUBLIK.COM-Anggota Fraksi PKS Majeleis Permusyawaratan Rakyat, KH Bukhori Yusuf mengatakan, bahwa menjaga toleransi termasuk bulan Ramadhan dimana umat Islam khususnya di Indonesia menunaikan rukun Islam ketiga sudah ada di UUD 1945 pasal 28 ayat satu.

Hal ini disampaikan dalam diskusi Empat Pilar MPR RI dengan tema yang mengangkat tema “Menjaga Toleransi di Bulan Suci Ramadhan”di media center Parlemen, Senin pekan ini yang juga dihadiri oleh Peneliti Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, Okky Tirto.

Anggota Fraksi PKS Majeleis Permusyawaratan Rakyat, KH Bukhori Yusuf (domi lewuk)

Bukhori menjelaskan, di dalam pasal 29 ayat satu diatur memposisikan agama sebagai dasar di dalam berbangsa dan bernegara yang tidak perlu dipertentangkan lagi. Pada ayat keduanya sangat jelas, memberikan keberpihakan dan jaminan melaksanakan ajaran agama sesuai dengan keyakinan.

Dijelaskan, bahwa berbicara tentang Ramadhan sebagai salah satu bentuk implementasi ketundukan seorang hamba kepada Allah. Nah, sebagai seorang muslim dalam melaksanakan ibadah.

“Ini merupakan suatu hak, meski kita juga melihat ada pihak lain (non muslim) yang tidak melaksanakan ibadah Ramadhan,” kata dia.

Lanjutnya, sebuah implementasi toleransi akan terwujud dengan adanya pelaksanaan ajaran agama dan tidak terlaksananya suatu ajaran agama oleh pihak tertentu, di sini diletakan adanya suatu garis toleransi. Arti kata dari toleransi berasal dari bahasa Yunani yaitu tolere yang artinya lebih sabar menahan.

“Dengan demikian dalam melaksanakan ajaran agama, melaksanakan ibadah puasa, memang nggak ada pihak lain yang mengganggu dan tidak ada pihak lain memaksa. Kita tidak boleh melarang tapi di satu sisi kita juga tidak boleh memaksa antara memaksa dan melarang inilah sebenarnya, ketika tidak terjadi itulah yang disebut dengan toleransi, ujar Bukhori Yusuf yang hadir secara virtual dalam diskusi tersebut.

Sementara itu, Okky Tirto mengatakan, masalah toleransi sebetulnya bangsa Indonesia sudah lebih dari matang dipanggang sejarah, misalnya suku abu yang ada di Alor, yang baru kena musibah kemarin, kita berdoa untuk mereka mereka, mereka punya semboyan misalnya “Tara Miti Tomi Nuku” gitu.

Peneliti Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, Okky Tirto (domi)

Meski berbeda,kata Okky, perbedaan hal tersebut satu dalam hati. Kitapun tahu, bahwa, perbedaan-perbedaan, bahkan dalam praktik agama yang terjadi di Alor juga biasa saja, masyarakat menyikapi perbedaan keyakinan yang cukup serius artinya perbedaan teologi kan itu sangat serius, itu biasa, mereka menyikapinya sebagai sesuatu yang biasa saja, tidak ada yang perlu direbut diributkan dengan hal itu.

Mungkin kita lebih familiar dengan “Pela Gandong” yang ada di Ambon yang ada di Maluku. Namun, yang terjadi di Alor sebagaimana saya saksikan sendiri , di Alor-NTT mereka sangat desawa dalam menyikapi perbedaan-perbedaan itu.Toleransi untuk masyarakat di Alor atau NTT umumnya sudah biasa dan bukan hal baru seperti di Jawa atau Jakarta khususnya.

“Sementara, fakta lain misalnya masyarakat urban perkotaan justru memandangnya sangat sensitif dan baperan dengan hal-hal yang sifatnya religius.”tutup nya. ** (DL).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *