JAKARTA,RELASIPUBLIK.COM-Pengamat Keselamatan dan Keamanan Maritim Indonesia (AKKMI), Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, SSiT., M.Mar kembali angkat bicara soal peran Maritim bagi Indonesia.
Fakta tak terbantahkan bahwa, Indonesia memiliki 17.499 pulau yang terbentang dari Sabang hingga Merauke, dari miangas sampai rote, dengan luas total wilayah Indonesia sekitar 7,81 juta km2. Dari total luas wilayah tersebut 3,25 juta km2 adalah lautan dan Hanya sekitar 2,01 juta km2 yang berupa daratan.
Hal tersebut disampaikan saat menjadi narasumber di webinar Festival Bisnis dan Investasi (FBI) yang diselenggarakan Dewan Energi Mahasiswa (DEM) Indonesia, di Jakarta, Selasa pekan lalu.
“Oleh sebab itu sebagai warga negara, kita perlu menyadari peran penting Maritim dalam segala aspek kehidupan Bangsa Indonesia, terutama kita fokuskan pada aspek energinya,” kata Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, SSiT., M.Mar, yang juga salah satu Pengurus dari Dewan Pimpinan Pusat Ahli Keselamatan dan Keamanan Maritim Indonesia (AKKMI).
Dalam kesempatan itu, Capt. Hakeng menjelaskan, pentingnya kedaulatan energi. Karena hal tersebut tidak akan pernah bisa dilepaskan dengan peran penting Maritim di dalamnya, mengingat memang letak geografis negara Indonesia yang begitu luas.
“Pengertian kedaulatan energi dikaitkan dengan negara berdaulat adalah penguasaan wilayah secara eksklusif, di mana ada 3 macam kedaulatan yaitu kedaulatan energi, kedaulatan ekonomi, dan kedaulatan pangan. Yang menurut pandangan kami, tidak akan pernah lepas dari Maritim,” paparnya.
Lanjut dia, seharusnya tidak bisa kita berbicara mengenai kedaulatan Energi. Ekonomi maupun pangan tanpa berbicara mengenai maritim didalamnya.
Dijelaskan, bahwa pengertian kedaulatan adalah hak eksklusif untuk menguasai suatu wilayah pemerintahan, dimana ada 3 tingkatan sebetulnya yaitu kedaulatan – ketahanan dan terakhir adalah kemandirian energi.
“Jadi jika kita semua selama ini selalu terfokus pada menciptakan kedaulatan energi, sebetulnya kita lupa bahwa holistiknya adalah kita ingin mandiri dalam pemenuhan energi kita,” kata pria asal Desa Tana Duen, Kecamatan Kangae, kabupaten Sikka, Flores, NTT yang fokus kariernya di dunia Maritim itu.
Ia menyebut, seringkali terjadi kesalahan mendasar dari pola pikir kita, dimana kita sudah merasa Ini merupakan pilihan terbaik dari teori-teori terbaik yang sudah ada.
“Kita sudah refer kepada contoh-contoh sukses story negara-negara dan perusahaan-perusahaan yang berhasil. Satu hal yang mereka lupa. Kita ini negara Indonesia, Bangsa Indonesia sangat berbeda dengan negara-negara tersebut. Kita ini Bangsa Maritim. Bangsa Maritim itu bukan sekedar Bangsa yang pandai menyanyikan Nenek Moyangku adalah seorang Pelaut tanpa tahu makna dan faedahnya,” tegas alumni SMA 2 Bekasi itu.
“Jadi, Bangsa Maritim adalah Bangsa yang mengetahui 67% dari seluruh wilayahnya adalah air. Bangsa yang tahu bahwa negaranya terdiri dari 17.499 pulau. Dan, pulau-pulau tersebut tersebar ke seluruh pelosok negeri. Dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote. Segera ubah pola pikir kita. Kita ini memang sebuah bangsa besar yang benar-benar berbeda. Kita adalah negara Maritim-kita adalah bangsa Maritim. Karenanya semua pola bisnis guna menciptakan kedaulatan Energi bagi bangsa, harus menyertakan kapal-kapal serta para pelaut di dalamnya,” tegasnya mengingatkan.
Menurutnya, untuk mencapai kedaulatan energi perlu dipikirkan secara matang mengenai roadmapnya. Dia mengambil contoh daerah Wayame dan Saumlaki.
“Dari sini saya bisa menceritakan betapa Jarak Wayame ke Saumlaki sejauh 650 km (Hampir sama dengan jarak Jakarta ke Surabaya), mau pakai apa untuk menciptakan kedaulatan energi disana?” tanyanya.
“Pakai kabel laut dikirim listriknya dari Wayame? Sudah jaraknya 650 km, lalu kedalaman lautnya pun bisa mencapai 3 ribu meter lebih. Mau diusahakan sendiri saja dengan membuat pembangkit listrik Mandiri? Tidak akan mudah dan pastinya secara kajian keekonomian sangat sulit. Karena penduduknya hanya ada 8000an jiwa. Satu-satunya alternatif yang masuk akal saat ini adalah dengan mengirimkannya melalui kapal-kapal,” urai Hakeng.
Sebagai insan maritim dan yang juga sangat konsen kepada energi mengajak semua lapisan masyarakat untuk bisa merenung kembali. Hakeng pun mempertanyakan, Apakah sudah tepat dasar berpikir yang kita ambil? Apakah sudah tepat Roadmap terkait kedaulatan energi yang kita susun?
“Jangan pernah lupa. Kita Bangsa Maritim. Jadikan itu salah satu landasan berpikir kita, karena sekali kita salah melangkah, sulit kita mengejar kembali ketertinggalan kita. Saya merasa optimis, dengan terbukanya ruang berpikir dari para cendekia muda yang tergabung dalam DEM I yang berkumpul di sini, masa depan Indonesia sebagai Bangsa Maritim bisa lebih terarah,” imbuhnya. ** Domi Lewuk.