Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Berita Utama

Ketua Dewan Kehormatan DPP Peradi-Pergerakan, Erna Ratnaningsih Raih Gelar Doktor Ilmu Hukum

132
×

Ketua Dewan Kehormatan DPP Peradi-Pergerakan, Erna Ratnaningsih Raih Gelar Doktor Ilmu Hukum

Sebarkan artikel ini
Erna Ratnaningsih, S.H., LL.M (dok.istimewa)
banner 325x300

JAKARTA,RELASIPUBLIK.COM-Setelah dicecar berbagai pertanyaan oleh penguji, Ketua Dewan Kehormatan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Pergerakan, Erna Ratnaningsih, S.H., LL.M akhirnya berhasil meraih gelar Doktor Ilmu Hukum. Ia mengikuti Ujian Terbuka Promosi Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Brawijaya, Jawa Timur, Selasa (24/11/2020) dari pukul 10.00-12.15 WIB.

Mantan Wakil Ketua Komisi Kejaksaan ini menulis Disertsi dengan judul : “Pengaturan hak beragama sebagai bagian hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (Non Derogable Rights) di Indonesia”.

Ia berhasil mempertahankan Disertasinya dan dinyatakan lulus dengan nilai sangat memuaskan dengan nilai IPK 3,98. Ia menjadi lulusan S3 Ilmu Hukum ke 441 dari Universitas Brawijaya.

Menurut nya, bahwa hak kebebasan beragama adalah isu yang menjadi perdebatan dalam sejarah manusia yang dapat mengakibatkan pertikaian atau kekerasan sampai saat ini.

Erna Ratnaningsih, S.H., LL.M, saat mengikuti ujian promosi doktor ilmu hukum dari Universitas Brawijaya melaluli virtual (Foto:dok/Istimewa)

Di hadapan 5 dosen penguji yaitu Prof. Dr.Tatiek Sri Djatmiati, S.H.,M.S (Universitas Airlangga), Dr. Tunggul Anshari, S.H.,M.H (Universitas Brawijaya), Dr. Istislam, S.H.,M.H., (Universitas Brawijaya), Dr. Aan Eko Widiarto, S.H.,M.H (Universitas Brawijaya) dan Dr. Abdul Madjid, S.H.,M.H, Erna mengatakan bahwa Hak Kebebasan Beragama mendapat pengaturan tersendiri di dalam pasal 18 Universal Declaration of Human Rights dan Pasal 18 International Covenant Civil and Poltical Right (ICCPR) yang menunjukkan bahwa hak kebebasan beragama merupakan hak yang fundamental.

“Konstutusi Indonesia menyatakan hak beragama sebagai bagian dari hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non-derogable rights) diatur dalam Pasal 28I UUD 1945,” tegas perempuan yang selama belasan tahun menjadi pengacara publik LBH Jakarta hingga menjabat Direktur YLBHI (Yayasan Lembaga Hukum Indonesia) itu.

Namun, kata Erna, bahwa dalam pelaksanaannya terdapat 5 Undang-Undang yaitu UU Penodaan Agama, UU Perkawinan, UU Administrasi Kependudukan, UU Pengolaan Zakat, UU Pengadilan Agama, yang membatasi hak beragama. Para pemohon merasa hak konstitutionalnya untuk beragama dilanggar dengan pasal-pasal dalam 5 UU.

Bahwa, dari analisa putusan Mahkamah Konstitusi maka non-derogable right di Indonesia dapat dibatasi karena hak asasi manusia bukanlah hak yang absolut. Terdapat pembatasan hak beragama dalam lingkup forum internum yaitu keyakinan pribadi harus sesuai dengan pokok-pokok ajaran agama.

“Novelty yang ditemukan dalam penelitian ini adalah semua NDR di Indoensia dapat dibatasi. Ruang lingkup hak kebebasan beragama di Indonesia meliputi hak beragama sebagai bagian dari hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non-derogable rights) yang di Indonesia di atur dalam Pasal 28I UUD NRI 1945. Namun dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan penafsiran pasal 28I harus dibaca bersamaan dengan Pasal 28J UUD NRI 1945 yang berakibat non-derogable rights dapat dibatasi oleh UU,” jelas Erna dalam Sidang Promosi Doktoral Ilmu Hukum yang digelar virtual dari Universitas Brawijaya mulai pukul 10.00-12.15 WIB, Selasa (24/11/2020) itu.

Erna mengatakan, penafsiran tersebut diperkuat melalui putusan MK bahwa HAM bukanlah merupakan hak absolut, termasuk didalamnya non-derogable rights dapat dibatasi. Sehingga yang menjadi permasalahan adalah terdapat UU yang bertentangan dengan ketentuan hak beragama sebagai non-derogable rights dalam Konstitusi dan dalam putusan MK yang menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan.

Erna Ratnaningsih, S.H., LL.M – Promosi Doktor Hukum dari Universitas Brawijaya. Selasa 24/11/2020

Untuk itu, tegas Erna, ke depan perlu dilakukan perubahan konstitusi (constitutional reform) dan perubahan hukum (law reform) mengenai interpretasi hukum pasal-pasal HAM, batasan ruang lingkup hak beragama dan pembatasan hak beragama sebagai bagian non-derogable rights berdasarkan prinsip-prinsip hukum Internasional sehingga tidak menimbulkan multi tafsir.

Sidang Promosi Doktoral Ilmu Hukum Erna Ratnaningsih, S.H., LL.M ini dihadiri oleh sejumlah undangan di antaranya Indro Sugiarto, Pultoni (Komisioner Komisi Kejaksaan Periode 2015-2019), Ahmad Sofyan (Kajur Business Law Universitas Bina Nusantara), Shidarta (Ahli filsafat hukum), rekan-rekan dosen Business Law Binus ibu Sisi, Erni, Vidya.

Hadir juga rekan-rekan nya dari Program Doktor FH UB Tahun 2016 (Eka, Sulvia, Desyanti, Eka), rekan-rekan dari kuliah di Australia (Ibu Citta), rekan-rekan dari FH UNS yaitu Firmansyah, Harsono dan Rosi. Rekan-rekan Advokat Paskaria, James Tamba, Prasetya, keluarga besar yang hadir di kediaman promovenda.

Diketahui, dalam menyusun Disertasi ini dibimbing oleh Promotor : Prof. Dr. Sudarsono, S.H.,M.S, dan Ko-Promotor : Dr. Muchamad Ali Safaat, S.H.,M.H dan Dr. Moh. Fadli, S.H.,M.H. Selamat & Sukses untuk Ibu Erna Ratnaningsih, S.H., LL.M. ** (Domi).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *