Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Kriminal

Polisi Didesak, Segera Tuntaskan Kasus Penganiayaan Terhadap Mario, oleh Oknum DPRD SBD

59
×

Polisi Didesak, Segera Tuntaskan Kasus Penganiayaan Terhadap Mario, oleh Oknum DPRD SBD

Sebarkan artikel ini
banner 325x300

 JAKARTA,RELASIPUBLIK.COM– Perjuangan Korban penganiayaan atas nama Mario Mardinat Riti (21) warga Desa Lete Konda Selatan, Kecamatan Loura, Sumba Barat Daya (SBD), tak berhenti untuk mendapatkan “Keadilan” atas kelakuan minus oknum Anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD) Provinsi Kepulauan NTT tersebut.

Adapun, korban mengaku mendapat kekerasan oleh oknum Anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat Daya pada 20 Oktober 2020 silam. Namun,hingga dipenghujung Maret 2021 kasus tersebut belum juga terungkap. Ada apa dengan mangkraknya kasus tersebut? Dimana realisasi slogan “PRESESI” yang kini digaungkan oleh Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo?

“Fakta di NTT penegakan hukum menajam ke bawah dan tumpul ke atas terhadap Kaum Kuat Kuasa dan Kuat Modal,” tegas Dewan Pembina Lembaga Hukum dan Ham PADMA INDONESIA/Ketua KOMPAK INDONESIA(Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi Indonesia) Gabriel Goa dalam keterangan pers nya di Jakarta, Sabtu (27/3/2021).

Gabriel mengatakan, pihaknya dalam hal ini LBH Sarneli dan PADMA Indonesia mendukung penuh langkah Korban Mario untuk memperjuangkan hak keadilan yang melekat dalam diri juga hukum serta undang-undang Hak Asasi Manusia (HAM) yang dibanggakan oleh manusia di seantero dunia ini.

Untuk hal tersebut Lembaga Hukum dan Ham PADMA INDONESIA(Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian Indonesia) menyampaikan sikap kepada pihak penegak hukum di Republik Indonesia.

Pertama,mendesak Kapolres Sumba Barat Daya untuk segera memproses hukum Para Pelaku yang diduga kuat Anggota Dewan Terhormat di Sumba Barat Daya.

“Apabila Polres Sumba Barat Daya kesulitan memproses hukum karena ada tekanan maka kami siap berkoordinasi dengan Bareskrim Mabes Polri dan Komisi III DPR RI.”

Kedua,mendukung Korban Mario dan LBH Sarneli untuk meminta perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban(LPSK),Komnas Ham,Ombudsman dan Kompolnas.

“Ketiga,kami akan bekerjasama dengan KPK RI untuk melakukan pengawasan sekaligus Operasi Tangkap Tangan jika ada upaya gratifikasi untuk mengendapkan kasus.”

Keempat,mengajak Solidaritas Masyarakat Sumba Barat Daya untuk mengawal ketat proses penegakan hukum yang sedang ditangani Polres Sumba Barat Daya.

Mario, Korban Penganiayaan oleh 2 Oknum Anggota DPRD SBD (foto: Dok/It)

Kronologis

Dilansir lipurtan6.com, kasus tersebut berawal dari tuduhan terhadap korban dalam kasus “kawin lari” di Kabupaten Sumba Barat Baya, NTT yang dilaporkan oleh pihak pelapor bernisial MMN (23), warga Kecamatan Loura, Sumba Barat Daya.

Adapun Laporan tersebut dibuat kerabat korban, PSB (52) tertuang dalam nomor LP-B/66/I.6/X/2020/Polda NTT/Res SBD.

Dalam laporannya, korban mengaku dianiaya pada 20 Oktober 2020 sekitar pukul 12.00 hingga pukul 16.00 Wita di beberapa lokasi yang berbeda. Ia juga mengaku turut dianiaya dua anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat Daya berinisial YNR dan SLG.

Kedua oknum anggota dewan ini diketahui merupakan kerabat dari DB, pacar korban. Meski keduanya (saling) mencintai, namun orang tua DB tidak merestui.

MMN mengaku kejadian itu berawal saat ia bersama pacarnya DB dijemput dua anggota DPRD, YNR dan SLG di kediaman MMN. Kedatangan dua oknum wakil rakyat (DPRD) SBD) dikawal oknum anggota keamanan dari TNI Koramil Waitabula, Kabupaten Sumba Barat Daya yang belum diketahui identitasnya.

Korban kemudian dibawa ke Kantor Koramil Waitabula oleh oknum anggota TNI atas permintaan YNR dan SLG.
Sayangnya lagi, kedua sijoli MMN dan DB buaknnya sama-sama dibawah ke Kantor Koramil Waitabula, namun justru cinta dua sojoli tersebut “terpisahkan” entah pakah ini atas persetujuan kedua sijoli yang tengah dimabuk cinta, atau oleh orangtua DB ataukah atas inisiatif dua oknum Anggota Dewan Terhormat (DPRD) setempat?
Faktanya? DB dijemput keluarganya untuk pulang ke Desa Karuni, Kecamatan Loura, Kabupaten Sumba Barat Daya.

Sadisnya lagi, setelah ke kantor Koramil, MMN malah bukan diserahkan ke pihak berwajib yakni Polres setempat, tapi justru diarak ke suatu lokasi. Di sini MMN mengaku “digantung” dengan posisi tubuh bersandar pada tembok selama 30 menit.

Ibarat regu tembak/eksekutor, setelah dianiaya dengan cara “digantung” kedua Anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat Daya yakni YNR dan SLG membawa MMN (korban) ke rumah calon tulang rusuknya yakni DB.
Sudah Digantung,Ditampar Pula?

Nasib memang sadis dialami oleh korban MMN. Kali ini korban dipaksa menghadap keluarga DB. Tidak selesai di sini, dua oknum anggota TNI tersebut disebut-sebut pelapor sempat “menganiaya” korban.

Korban MMN juga ditampar 3 kali oleh YNR. Dari rumah DB, korban kembali dibawa ke Koramil Waitabula dan diantar lagi ke rumah SLG. Di sini, korban lagi-lagi dianiaya.

“Korban baru diantar pulang ke rumahnya pada pukul 18.00 wita,” sebagaimana diberitakan liputan6.com.
Kapolres Sumba Barat Daya, AKBP Joseph Mandagi saat dikonfirmasi, terkait dugaan keterlibatan oknum anggota dewan membenarkan laporan ini.

“Masih diperdalam dulu dari saksi-saksi,” ujarnya kepada wartawan, Senin (26/10/2020).

Sebelumnya, sebuah video main hakim sendiri berdurasi 1.11 menit viral di media sosial dan menjadi perhatian warganet NTT. Video pendek ini menunjukkan, seorang pria tergantung dengan posisi kepala di bawah.
Peristiwa itu terjadi di Desa Rama Dana, Kecamatan Loura, Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT.

Ibu kandung korban yang saat ini bekerja sebagai buruh migran di Malaysia ikut memviralkan video tersebut, dengan harapan mendapat keadilan atas kejadian itu. Saat digantung, korban dikelilingi sekelompok orang. Bahkan dalam video tersebut terlihat dua anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) berseragam lengkap.

Membaca,melihat dan (bila menyaksikan peristiwa keji dalam kasus penganiayaan terhadap oknum atas Cinta yang tiada restu dari salah satu pihak orangtua, kitapun merasa sedih,marah,jengkel,juga prihatin, sebab, bagaimana mungkin, seorang Anggota DPR yang semasa proses kampanye dengan sangat santun,hormat dan (mungkin) sampai menyembah-nyembah calon pemilihnya untuk memilih dirinya agar bisa terpilih,dan duduk di kursi Wakil Rakyat yang Terhormat.

Namun,setelahnya kesantunan, budaya empati yang harus ikut menyelesaikan persoalan masyarakat yang memilihnya justru sebaliknya menganiaya orang yang telah menyumbangkan suaranya? Sadis juga ee..? ** (rls).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *