JAKARTA, RELASIPUBLIK.COM-Puluhan Tokoh Papua yang terdiri dari Intelektual, tokoh adat dan tokoh masyarakat Provinsi Papua dengan tegas menolak hasil pengangkatan Sekretaris Daerah (Sekda) Papua, yakni Dance Yulian Flassy, beberapa pekan lalu di sebuah Caffe, Jayapura.
Dance Yulian Flassy ditetapkan dalam keputusan Presiden (Kepres) Nomor 314/Adm,TPA/09/2020. Perihal salinan Kepres Nomor 159/TPA Tahun 2020. tentang pengangkatan pejabat pimpinan tinggi madya di lingkungan Provinsi Papua Kemarin.
Namun penetapan tersebut di soalkan dan bahkan di tolak oleh sejumlah tokoh di Tanah Papua, Menurut Deerd Tabuni selaku Kordinator Tokoh Papua mengatakan pihaknya menyampaikan penolakan terhadap Sekda Papua yang di angkat oleh Presiden lewat Kepres tanpa memperdulikan Proses ideal yang di lakukan oleh Timsel.
Deert Tabuni, Melihat Kemendagri telah membentuk Pansel untuk melakukan seleksi calon sekda Papua. Pansel sudah melaksanakan tugasnya dan memberi penilaian. Dari 10 orang yang ikut seleksi, lima orang masuk lima besar, dan berlanjut hingga tiga besar.
“Gubernur dan DPR Papua mengusulkan tiga nama ke Kemendagri. Yang mendapat nilai tertinggi saat seleksi adalah Doren Wakerkwa, SH dengan nilai 74,99, Drs. Demianus Wausok Siep dengan nilai 67,49 dan Dance Yulian Flassy, SE. Msi yang berada pada nilai 67,30,” ujar nya dalam keterangan tertulis diterima media ini, Rabu (18/11/2020).
Dijelaskan, bahwa pihaknya menyayangkan, sebab yang ditetapkan menjadi Sekda adalah Dance Yulian Flassy yang berada pada peringkat ketiga atau terakhir. Padahal masyarakat Papua di 29 kabupaten mengikuti semua proses tahapan Pansel yang berjalan kemarin.
Untuk itu pihaknya meminta yang mestinya ditetapkan sebagai Sekda adalah Doren Wakerkwa, karena dialah yang mendapat nilai tinggi bukan orang yang mendapat nilai rendah. Menurutnya.
“Ini permainan dari mana. Makanya kami tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda menolak sekda yang ditunjuk. Kami tahu rekam jejaknya. Saat jadi Sekda di Tolikara, dia tinggalkan jabatannya dan menjadi Sekda di Sorong Selatan. Kemudian dia tinggalkan jabatan di Sorong Selatan dan mencalonkan Sekda Papua. Untuk tingkat kabupaten saja tidak bisa apalagi mau urus satu provinsi,” cetusnya.
Deerd Tabuni menandaskan, jika kepentingan politik, jangan dimasukkan ke dalam birokrasi. Sebab akan terjadi diel-diel politik.
Bahkan, pihaknya dengan tegas meminta agar presiden segera meninjau SK pengangkatan sekda, Kepres dan surat tembusannya. Yang mestinya diangkat menjadi sekda adalah sesuai hasil seleksi dengan nilai tertinggi.
Menurut Deert Tabuni, mestinya saat akan diputuskan siapa Sekda Papua, terlebih dahulu dikoordinasikan dengan gubernur dan wakil gubernur Papua. Bukan ditetapkan sepihak. Pungkas Deert Tabuni, Kordinator Tokoh Papua. ** (Rls).