JAKARTA,KABARDAERAH.COM-Senator senior asal Daerah Istimewa Yogyakarta, GKR Hemas begitu kaget saat meninjau lokasi penambang pasir di kawasan lereng gunung Merapi. Ia mengaku sedih bahkan diapusi (dibohongi) akibat aktivitas penambang pasir di wilayah setempat berakibat merugikan masyarakat di sekitarnya. Pasalnya, akibat kegiatan ekonomi setempat yang dinilai (bisa) merusak lingkungan hidup setempat.
Karena itu, senator GKR Hemas berniat membawa persoalan kerusakan lingkungan akibat penambangan yang sembrono kepada Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X.
“Perizinan harus ditinjau ulang. Selama ini mungkin ada kurang data sehingga rekomendasi wilayah pertambangan bisa keluar,” kata GKR Hemas usai meninjau lokasi penambangan pasir di wilayah Lereng Gunung Merapi, Rabu (9/9/2020).
Menurutnya, secara terminologi, pemerintah sudah mengubah UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang Tambang Galian Golongan C menjadi Tambang Batuan, melalui UU Nomor 4 Tahun 2009. Sementara, perizinan eksploitasi tambang batuan diatur dengan izin Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Kementerian mengeluarkan izin setelah mendapatkan rekomendasi dari pemangku wilayah.
Kewenangan pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) sesuai aturan PP No 23 tahun 2010 dapat dikeluarkan oleh Kementerian ESDM untuk lintas wilayah provinsi, oleh gubernur jika dalam provinsi dan bupati/wali kota jika berada dalam satu wilayah kabupaten/kota.
Ratu Hemas menyebut, kemungkinan celah sengkarut perizinan ada di level pengeluaran rekomendasi dari pemangku wilayah. Mengingat pentingnya sumber daya air bagi kelangsungan hidup generasi yang akan datang, Ratu Hemas meminta masyarakat untuk bersama-sama mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan, terutama di “water catchment area”.
“Tapi upaya apapun akan sulit kalau tidak ada dukungan masyarakat. Karena saya lihat banyak warga menambang di tanah pribadi, meskipun itu akan mengganggu proses penangkapan air,” ujarnya.
Sementara itu, Raden Mas Gustilantika Marrel Suryokusumo mengungkapkan dirinya cukup memahami kekesalan yang dirasakan eyang puterinya (nenek-red) tersebut. Pasalnya, cucu tertua Sultan HB X itu sebelumnya juga melihat langsung beberapa lokasi yang mengalami kerusakan.
“Tidak hanya lokasi tambang, jalan yang sebetulnya jalur evakuasi juga banyak yang rusak karena bobot pengangkut pasir yang mungkin sekali melebihi tonase,” kata Marrel.
Menurutnya, dengan menggunakan mobil berpenggerak empat roda, Marrel membawa Ratu Hemas berkeliling hingga masuk ke sungai-sungai terjal.
“Sengaja, biar Eyang Putri melihat sendiri apa yang selama ini saya temui,” kata Marrel.
Diketahui, dalam kunjungan tanpa pengawalan ke sejumlah lokasi di wilayah Kecamatan Cangkringan dan Pakem itu, Marrel juga mengajak Ratu Hemas menemui sejumlah pegiat lingkungan.
Marrel juga mengajak Ratu Hemas menemui Kepala Dukuh Kaliurang Timur Anggara Daniawan, pegiat isu air Bambang Kotir, dan pelaku industri jasa wisata Heri Giarto. Pertemuan yang berlangsung tidak formal itu adalah upaya Marrel untuk memberikan gambaran utuh bagaimana sektor wisata tetap dapat memberikan dampak ekonomi tanpa mengganggu fungsi ekologi.
Dalam setiap pertemuan, Marrel berpesan agar masyarakat tetap berupaya menjaga kelestarian lereng Merapi. Pasalnya, selain menopang ketersediaan air yang penting bagi pertanian dan sektor lain di Yogyakarta, Merapi juga memiliki fungsi kultural karena sebagai kota budaya, berbagai ritual keraton kerap digelar di gunung itu. ** (rls).