JAKARTA,RELASIPUBLIK.COM-Sekurangnya ada tiga isu krusial yang jadi perhatian Ketua DPD RI bagi para Penyandang Disabilitas Indonesia yang tersebar di seluruh provinsi. Karenanya, ia meminta para senator lakukan pengawasan terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas di Indonesia.
Adapun, ketiga fokus tersebut ada di antara 26 hak disabilitas yang dijamin Undang-Undang,yakni hak akses Kesehatan, Pendidikan dan Pekerjaan.
“Saya minta para Senator memasukkan dalam agenda reses masing-masing untuk melihat secara langsung di daerah, bagaimana tiga hak tersebut menjadi perhatian pemerintah daerah,” kata La Nyalla saat menerima pengurus DPP Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) di kediaman di Jakarta, Senin (14/9/2020).
Senator asal Jatim ini meminta data dan masukan dari pengurus PPDI tentang implementasi di lapangan tiga hak tersebut. Terutama praktek kewajiban penyerapan kuota pekerja difabel sebesar 1 persen untuk perusahaan swasta nasional dan 2 persen untuk BUMN dan instansi pemerintahan.
“Ini perlu dilakukan check and recheck di lapangan, termasuk berapa yang wiraswasta dan apa kendala yang dihadapi,”tegasnya.
Menurutnya, dari data Kemensos RI, dari kelompok penduduk usia produktif, 19 sampai 59 tahun yang tercatat sebanyak 162 juta jiwa lebih, terdapat penyandang disabilitas kategori sedang sekitar 9,5 juta jiwa. Sementara penyandang disabilitas kategori berat tercacat 1,4 juta jiwa.
“Karena bagi kami, konstitusi di Pasal 27 ayat (2) UUD NRI 1945 sudah jelas menyatakan; Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan,” urainya.
Lanjut La Nyalla, hal yang sama dengan akses Pendidikan. Masih banyak anak penyandang disabilitas atau anak berkebutuhan khusus yang belum bisa masuk di sekolah umum. Sehingga terpaksa masuk di SLB. Hal ini diakibatkan karena masih banyak guru sekolah yang belum memiliki kemampuan ilmu atau pengetahuan tentang metode pendidikan terhadap anak berkebutuhan khusus.
“Padahal jumlah anak berkebutuhan khusus dan penyandang disabilitas di Indonesia cukup banyak. Dari total jumlah anak usia 7 hingga 18 tahun yang tercatat sekitar 38 juta jiwa, terdapat 600 ribu jiwa lebih penyandang disabilitas kategori sedang. Sementara tercatat sekitar 173 ribu jiwa menyandang disabilitas kategori berat, ini juga perlu didata dengan benar, kalau di kota besar mungkin tertangani, bagaimana dengan di desa-desa?,” tanya La Nyalla.
Oleh sebab itu, ia mendukung penuh permintaan PPDI agar DPD menyuarakan kepada pemerintah perlunya sensus disabilitas Indonesia. Bukan sekadar data dari survei atau yang ada di Kemensos. Tapi benar-benar berasal dari data sensus kependudukan.
“Sehingga angka Indek Pembangunan Manusia juga mencakup kelompok penyandang disabilitas,” kata Ketua Umum DPP PPDI, Gufroni Sakaril,
Sementara itu, anggota dewan Pembina DPP PPDI, Siswadi, juga berharap DPD RI melakukan pengawasan terhadap implementasi Pasal 27 UU No.8/2016, yang memerintahkan kepada Pemda untuk memasukkan hak-hak penyandang disabilitas di dalam Rencana Strategis Daerah (Renstrada).
“Dengan demikian para penyandang disabilitas mendapat hak yang sama di setiap daerah, minimal ketimpangan yang ada tidak terlalu jauh,” pintanya.
Menanggapi beberapa poin usulan dari pengurus PPDI dan arahan Ketua DPD RI, ketua Komite I Fahcrul Razi dan wakil ketua Komite II Bustami Zainuddin menyatakan akan memasukkan isu tersebut dalam agenda prioritas komite DPD RI.
“Sebab menurut saya, UU No.8/2016 ini tidak hanya domain Kementerian Sosial, tetapi multi kementerian. Saya pikir dari komite I sampai IV bisa terlibat. Apalagi sudah menjadi arahan Ketua DPD agar menjadi fokus kami,” ujar dia.
“Kalau perlu minta salah satu dari mereka untuk masuk sebagai pembina atau penasehat PPDI wilayah. Insya Allah tidak ada yang keberatan. Sebab ini memperjuangkan kepentingan saudara sebangsa yang mengalami keterbatasan,” ungkapnya.
Sedangkan wakil ketua III DPD RI Sultan Najamudin yang turut hadir dalam pertemuan tersebut, mengakui jika Indonesia masih kalah ramah terhadap penyandang disabilitas dibanding negara tetangga Malaysia.
“Ini juga menjadi catatan khusus kami, terkait kebijakan dan sarana publik. Dengan Malaysia aja masih kalah, apalagi dengan Australia,” tegas Senator asal Bengkulu tersebut.
Turut mendampingi pertemuan itu, Permas Alamasyah, Hernawati, Inna Attaiakal, Paulene Wibowo dan Suharta Djaya. ** (red).