Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Berita Utama
17
×

Sebarkan artikel ini
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, MH Said Abdullah (Kredit Foto: Domi Lewuk)
banner 325x300

JAKARTA,RELASIPUBLIK.COM-Ketidakpastian ekonomi domestik sangat tinggi seiring pandemi Covid-19 yang kini belum berlalu. Sementara, selama tiga tahun anggaran sejak 2020-2022, Indonesia tidak kuasa menghindarkan diri dari pembiayaan utang. Tercatat, pada tahun 2020, Indonesia bergantung pada pembiayaan utang sebesar Rp1.229,62 Triliun dan pada tahun 2021 pemerintah memperkirakan kebutuhan pembiayaan utang sebesar Rp961,5 Triliun.

Hal tersebut disampaikan Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, MH Said Abdullah dalam diskusi Forum Legislasi bertema “Menjaga RUU APBN 2022 untuk Kepentingan Rakyat” di Media Center MPR/DPR/DPD RI, Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta, Selasa (24/8/2024).

Ia juga mengapresiasi kerja kolaboratif antara pemerintah dan Bank Indonesia (BI) dalam rangka berbagi beban utang bersama (burden sharing) khususnya dalam menyerap Surat Berharga Negara (SBN).

Dejelaskan, bahwa kesepakatan baru yang tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Jilid III berdampak positif, yakni berkurangnya beban bunga utang yang akan ditanggung oleh pemerintah. Hal ini berkontribusi pada penambahan ruang fiskal APBN ke depan.

“Saya selaku Ketua Banggar DPR memberikan apresiasi atas tercapainya kesepakatan burden sharing ini, sekaligus bangga terhadap kemauan bergotong-royong dari BI, bahkan kontribusi gotong-royongnya sejak awal pandemi. Saya juga memberikan apresiasi kepada Saudari Menkeu atas kerja kerasnya mencari banyak breakthrough menghadapi tahun tahun fiskal yang sulit ini,” kata Said.

Lanjutnya, bahwa tingginya kebutuhan terhadap pembiayaan utang berdampak panjang. Salah satunyaa, beban bunga utang yang harus dipikul di kemudian hari. Termasuk pada tahun-tahun sulit akibat pandemi Covid-19 dan dampak ekonominya ini berupa beban pokok dan utang pada tahun tahun sebelumnya. Akibatnya, Debt Service Ratio (DSR) terus naik.

“DSR kita pada tahun 2020 sebesar 46,42 persen, tahun 2021 naik ke level 49,9 persen dan pada tahun 2022 diperkirakan naik ke level 51,93 persen,” jelas politisi PDI Perjuangan itu.

Meski demikian, di tengah tekanan pembayaran pokok dan bunga utang ini, pemerintah dan BI telah membagi beban bersama. Terbaru, Bank Indonesia (BI) dan Pemerintah telah membuat kesepakatan baru melalui SKB Jilid III.

“Saya kira, burden sharing ini sangat positif. Apalagi, ini didesain dengan mengacu pada pengelolaan fiskal moneter yang prudent, kredibel dan integritas,” urai Said.

Dijelaskan Said, berdasarkan SKB Jilid III ini, BI berkontribusi pada seluruh biaya bunga untuk biaya vaksinasi dan penanganan kesehatan melalui skema private placement. BI akan menyerapnya dengan maksimum limit Rp58 triliun pada tahun 2021 dan Rp40 Triliun pada tahun 2022 dengan mempertimbangkan neraca BI.

Masih kata Said, bahwa jumlah pembelian SBN oleh BI dan jumlah penerbitan SBN dengan pembayaran kontribusi BI, dapat dilakukan perubahan sesuai dengan kebutuhan pembiayaan Anggaran Penanganan Kesehatan dan Kemanusiaan serta kondisi keuangan BI dengan kesepakatan tertulis antara Menteri Keuangan dan Gubernur BI yang merupakan satu kesatuan dan bagian tidak terpisahkan dari SKB III.

Legislator asal daerah pemilihan Jawa Timur XI itu menyebut ada dua dampak positif dengan burden sharing ini.

“Pertama, bila tanpa burden sharing ini, rasio belanja bunga terhadap PDB tahun 2021 diperkirakan 2,4 persen. Namun, dengan burden sharing dua tahun sekaligus (2021 dan 2022) rasio belanja bunga terhadap PDB akan turun ke posisi 2,21 persen PDB. Besaran rasio belanja bunga terhadap PDB ini akan terus turun pada tahun 2022 menjadi 2,19 persen PDB.”

Tetapi bila tanpa burden sharing lebih tinggi dari 2021 sebesar 2,43 persen PDB. Dengan burden sharing ini secara linier akan terus terjadi penurunan rasio belanja bunga terhadap PDB ditahun tahun mendatang.

Misalnya tahun 2023 menjadi 2,25 persen PDB bila tanpa burden sharing posisinya 2,49 persen PDB, tahun 2024 rasio belanja bunga dengan burden sharing menjadi 2,22 persen, dan bila tanpa burden sharing akan ke level 2,44 persen PDB.

Kedua, bukan hanya rasio belanja bunga yang akan turun dengan burden sharing ini. Bahkan rasio belanja bunga terhadap belanja negara juta ikut turun. Bila tanpa burden sharing, rasio belanja bunga terhadap belanja negara sebesar 14,7 persen. Tetapi dengan burden sharing turun menjadi 13,5 persen.

“Demikian pula tahun tahun 2022 bila tanpa burden sharing rasio belanja bunga terhadap belanja negara sebesar 16,2 persen, tahun 2023 sebesar 18,0 persen, tahun 2024 sebesar 17,7 persen dan tahun 2025 sebesar 17,3 persen,” ulas Said.

Meskipun demikian, kata Said, dengan intervensi burden sharing secara linier rasio belanja bunga terhadap belanja negara akan turun, tahun 2022 sebesar 14,6 persen, tahun 2023 sebesar 16,3 persen, tahun 2024 sebesar 16,1 persen dan tahun 2025 turun ke level 15,9 persen.

“Ke depan, saya berharap kerja sama seperti ini makin dieratkan, terutama dalam kedudukan BI dan Menteri Keuangan sebagai anggota KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan), bersama OJK dan LPS,” bebernya.

Said yang juga Anggota Komisi XI DPR RI ini mengatakan saling mengisi ruang dan memitigasi bersama-sama terus dikuatkan, agar segala risiko terhadap kondisi sistem keuangan kedepan terantisipasi dengan baik.

“Semoga kerja sama, gotong royong ini menginspirasi banyak kementerian/lembaga lainnya, sekaligus memupuk modal semangat segera mengakhiri pandemi covid19, dan menyosong kehidupan sosial dan ekonomi yang pulih seperti sedia kala,” tutup MH Said Abdullah. ** DL.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *